Tasikmalaya, kabarsakti.com  –  Kepala Desa dan Aparatur Sipil Negara (ASN) serta para instansi yang terkait lainnya seperti BUMD/BUMN yang sangat dilarang keras terlibat dalam politik praktis selalu rentan dan selalu dikaitkan dengan ketidaknetralan dimasa masa Pemilu dan di masa Pilkada, maka dari itu Bawaslu telah melakukan sosialisasi terkait netralitas para ASN pada Pilkada serentak 2024 mendatang.

Sosialisasi yang dilakukan terhadap para Kepala Desa dan para ASN, bertujuan untuk menciptakan Pilkada yang jujur, adil, dan netral, termasuk memberikan pendidikan Politik pada masyarakat, sosialisasi tersebut dilakukan sebagai langkah antisipasi pelanggaran, salah satunya netralitas kepala desa dan ASN, sehingga kepala desa dan ASN mengetahui aturan main, dan sadar dengan posisinya sebagai pemangku kebijakan.

Walaupun ketidaknetralan ada sanksi dan denda yang mengancam akan tetapi masih ada saja oknum yang berada dalam posisi tersebut, baik dengan cara tersembunyi, atau bergerilya, dan dengan cara terang terangan.

Baca juga link berita sebelumnya dibawah ini :

Oknum Dewan Komisaris BUMD Milik Pemkab Yang Diduga Kuat Dukung Paslon Nomor Urut 3, BAWASLU Kabupaten Tasikmalaya Terkesan Tutup Mata Dan Main Mata

Seperti yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Oknum Dewan Komisaris PT. LKM Pancatengah BUMD milik Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya, Basuki Rahmat, diduga kuat terlibat dalam politik praktis dengan cara berphoto bersama salah satu calon Bupati Tasikmalaya nomor urut 3 yakni Ade Sugianto, dengan memberikan simbol tiga jari.

Photo tersebut viral di Photo tersebut diketahui dilakukan Basuki Rahmat pada saat acara pengundian nomor urut calon Bupati dan Wakil Bupati Tasikmalaya pada tanggal 23 September 2024 di gedung serbaguna Islamic Center Kabupaten Tasikmalaya.

Sejumlah peraturan dan perundang-undangan beserta sejumlah sanksinya masih saja tidak membuat gentar Oknum Dewan Komisaris PT. LKM Pancatengah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya atas nama Basuki Rahmat.

Menyikapi hal ini, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya Chandra F. Simatupang telah mencoba melakukan klarifikasi melalui pesan singkat Whatsap milik Ketua Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya, Dody Juanda, dengan nomor 0821185643xx pada hari Sabtu, 05 Oktober 2024 untuk meminta tanggapan darinya. Namun hingga pemberitaan ini diterbitkan, Dodi Juanda tidak pernah menjawab atau membalasnya.

Sikap dari Ketua Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya yang tidak merespon awak media saat dimintai tanggapan terkait hal tersebut diatas, patut diduga tutup mata atau adanya main mata serta terkesan adanya pembiaran terhadap oknum Komisaris PT. LKM Pancatengah BUMD milik Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya yang diduga terlibat politik praktis.

Di sinilah Pentingnya Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), Bahkan tidak hanya Sentra Gakkumdu, tapi instrumen hukum lainnya, diperlukan terciptanya Pilkada yang jujur, adil, dan netral dalam pelaksanaan pilkada pada tahun 2024.

“Gakkumdu sebagai langkah antisipatif agar tidak terjadi pelanggaran yang dapat menodai pelaksanaan pilkada pada 2024 mendatang, Gakkumdu diperlukan dalam pelaksanaan Pilkada karena demokrasi harus dikawal oleh nomokrasi, Demokrasi itu adalah proses mencari menang, nomokrasi adalah proses mencari benar, maka perlunya antisipasi terhadap beberapa “penyakit pilkada” antara lain terjadinya politik uang atau upaya memenangkan para peserta Pilkada 2024.

Politik uang dapat dilakukan secara borongan. “Melalui pejabat pejabat di desa atau kecamatan, maupun secara eceran, seperti serangan fajar, Demokrasi akan menjadi liar, akan merusak masyarakat kalau tidak ada the rule of law atau rechtsstaat “nomokrasi” atau konsep penyelenggaraan negara yang didasarkan pada hukum, nomokrasi berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum, di mana hukum menjadi kekuasaan tertinggi.

Dalam negara demokratis yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan, kedaulatan rakyat (demokrasi) dan kedaulatan hukum (nomokrasi) merupakan dua hal yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan, jika ada yang memain-mainkan demokrasi, maka nomokrasi harus ditegakkan

Ancaman terhadap Pemilu 2024 lainnya, yaitu dapat menyebabkan polarisasi. Yaitu, politik identitas, Keberagaman yang ada tentunya memberikan efek baik tetapi juga tidak memustahilkan adanya perpecahan.

Pada tahun politik saat ini dikhawatirkannya banyak ancang-ancang gerakan politik dengan memanfaatkan keterlibatan identitas individu yang tidak disadari oleh masyarakat sehingga perlu adanya awareness mengenai keberadaan politik identitas tersebut.

Semakin mendekati hari pelaksanaan Pilkada, isu-isu politik semakin meningkat salah satunya tentang politik identitas. Menurut Ketua DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya, Chandra F, Simatupang, politik identitas adalah kegiatan politik yang berdasarkan identitas individu baik dari etnis, ras, suku, hingga agama.

Dampak dari politik identitas juga cukup serius karena bisa menyerang golongan tertentu yang menimbulkan diskriminasi hingga radikalisasi. Oleh karena itu, mari ciptakan demokrasi yang sehat serta menjadi pemilih bijak dan cerdas”, Ucap Chandra.

Selain Chandra, Dewan Pembina 3 sekaligus Ketua Bidang Investigasi, Advokasi Hukum dan Ham Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya Topan Prabowo, SH., mengatakan, Keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum (pemilu) di Indonesia menjadi isu yang penting dan sering dibahas dalam perspektif hukum. Berikut adalah beberapa pendapat hukum terkait akibat keterlibatan ASN dalam pemilu yang dapat saya sampaikan ;

  1. Larangan Keterlibatan Politik. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, ASN dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis. Partisipasi mereka dalam kegiatan politik, seperti kampanye atau dukungan terhadap calon tertentu, dapat mengakibatkan sanksi administratif, termasuk kemungkinan pemecatan.
  2. Pelanggaran Kode Etik ASN. Keterlibatan ASN dalam pemilu dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku ASN. Dalam konteks ini, ASN yang terlibat dapat dikenakan tindakan disiplin berdasarkan peraturan yang berlaku, yang dapat mencakup peringatan, penundaan kenaikan pangkat, atau bahkan pemberhentian.
  3. Pengaruh Terhadap Netralitas. Keterlibatan ASN dalam pemilu dapat merusak prinsip netralitas yang seharusnya dijunjung tinggi dalam pelayanan publik. Ketika ASN terlibat dalam politik, ini dapat menciptakan persepsi bahwa mereka menyalahgunakan posisi mereka untuk kepentingan politik, yang dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah dan pelayanan publik.
  4. Konsekuensi Hukum. Dalam konteks hukum, keterlibatan ASN dalam pemilu di luar batas yang diizinkan dapat berujung pada konsekuensi hukum. Misalnya, mereka dapat diadili berdasarkan hukum yang mengatur tentang pemilihan umum dan tindakan yang dianggap melanggar ketentuan tersebut.
  5. Penyalahgunaan Wewenang. Bila ASN terlibat dalam pemilihan umum dengan cara yang merugikan kepentingan publik, ini dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang. Hal ini akan menuntut proses hukum yang berpotensi untuk menjerat mereka dalam tindakan kriminal, tergantung pada sifat dan dampak tindakan mereka.
  6. Pengaruh Terhadap Pemilih. Keterlibatan ASN dapat memengaruhi pemilih, terutama jika ASN menggunakan posisi mereka untuk mempengaruhi pilihan pemilih. Ini menciptakan suasana tidak fair dan dapat merusak integritas pemilu, sehingga hasil pemilu dapat dipertanyakan.
  7. Tindakan Perbaikan dan Sanksi. Dalam praktiknya, jika terjadi pelanggaran, akan ada mekanisme untuk menyikapi keterlibatan ASN dalam pemilu, termasuk pengawasan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan lembaga terkait lainnya. Penyidikan dan penegakan hukum akan dilakukan untuk memastikan akuntabilitas.

Secara keseluruhan, keterlibatan ASN dalam pemilu sangat dilarang dan membawa banyak konsekuensi, baik dari segi hukum maupun dari segi kepercayaan publik. Oleh karena itu, penting bagi ASN untuk menjaga posisi dan netralitas mereka dalam proses pemilihan umum agar prinsip demokrasi dapat dijunjung tinggi, Paparnya.

(Randika)