Tasikmalaya, KabarSakti.com – Sebuah tugu batas Desa Sukaraharja dan Desa Jatihurip di Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, dibongkar secara sepihak oleh pihak pengembang PT Usaha Mandiri Idrisiyyah (UMI) pada Rabu (7/5/2025), tanpa melalui proses musyawarah dengan Pemerintah Desa Sukaraharja.

Tugu yang merupakan penanda resmi batas administratif wilayah tersebut kini hanya menyisakan tulisan: “Batas Ds Sukaraharja Kec. Cisayong Kab. Tasikmalaya Makarya Mawaraharja.”

Aksi pembongkaran ini memicu reaksi keras dari warga dan pemerintah desa setempat. Salah satu warga, Ayi Ali, menyatakan ketidaksenangannya atas tindakan sepihak tersebut. “Saya tidak suka dengan arogansi seperti ini. Tugu itu adalah identitas wilayah. Jika saya diam, berarti seolah tidak ada penduduk yang peduli. Warga setempat punya hak untuk membela identitas daerahnya,” tegas Ayi, Jum’at 9 Mei 2025.

Kepala Desa Sukaraharja, Farid Jaelani, S.Kom., menuturkan bahwa pihaknya sudah beberapa kali menyampaikan permintaan kepada PT UMI untuk bermusyawarah terkait batas desa. Namun, permintaan itu diabaikan. “Kami ingin ada komunikasi dan musyawarah, tapi tidak direspons,” ujarnya.

Senada dengan itu, Camat Cisayong, Ayi Mulyana Herniwan, SE., M.Si., menyayangkan tindakan tersebut yang dinilai menyalahi aturan. “Ada regulasi yang mengatur legal standing batas wilayah. Ini merupakan aset milik Pemerintah Desa yang seharusnya tidak boleh dibongkar tanpa koordinasi,” jelasnya.

Ia menambahkan, pembongkaran tugu batas tanpa pemberitahuan kepada pihak Kecamatan maupun Pemerintah Desa berpotensi melanggar hukum. “Kami imbau perusahaan agar mematuhi regulasi dan menjaga kondusifitas wilayah. Jangan bertindak egosentris,” katanya.

Dari sisi hukum, tindakan ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pengrusakan berdasarkan Pasal 406 ayat (1) KUHP:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, atau menghilangkan barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus juta rupiah.”

Selain itu, jika pengrusakan dilakukan secara bersama-sama, dapat dikenakan Pasal 170 ayat (1) KUHP yang berbunyi:

“Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”

Kasus ini mencerminkan persoalan yang lebih luas mengenai konflik tata batas, tata kelola aset desa, dan potensi pelanggaran hukum agraria di wilayah pedesaan. Ke depan, diperlukan komunikasi dan sinergi antar pihak untuk menjaga keamanan serta ketertiban wilayah Kecamatan Cisayong.
(Red)