Kabarsakti.com, Tasikmalaya – Minimnya pengawasan dan lemahnya sanksi terhadap perusahaan yang tidak menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerja di lapangan sangat berisiko bagi keselamatan mereka. Hal ini terlihat pada proyek pengaspalan di Cibungur, Desa Sarimukti, Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya. Pada lokasi proyek tersebut, para pekerja tampak tidak memenuhi Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), terlihat jelas bahwa tidak ada satu pun pekerja yang menggunakan helm atau sepatu safety saat melakukan penggelaran dan pembakaran aspal. Tindakan ini sangat berbahaya dan jelas melanggar peraturan yang berlaku.

Pekerja di sektor pengaspalan diwajibkan untuk mengikuti standar K3 demi melindungi diri dari potensi bahaya, seperti paparan panas aspal yang terbakar. Selain itu, pemasangan rambu pembatas jalan juga sangat penting guna mengurangi risiko kecelakaan kerja yang bisa terjadi.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan saat bekerja. Undang-undang ini mengatur prinsip dasar serta ketentuan umum penerapan K3 untuk melindungi keselamatan pekerja, orang di sekitar lokasi kerja, dan memastikan efisiensi penggunaan sumber daya secara aman. Undang-undang ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

Guna memperoleh informasi yang berimbang, melalui pesan WhatsApp, tim investigasi media melakukan konfirmasi kepada Kadis DPUTRLH Kabupaten Tasikmalaya, Namun hingga berita ini di terbitkan tidak ada respon.

Terpisah, Acep Sutrisna, S.E., Ak., Tokoh Pergerakan dan Pemerhati Kebijakan Tasikmalaya angkat bicara bahwa “Jika pekerja pengaspalan tidak menggunakan APD saat membakar dan menggelar aspal, ini bukan sekadar kelalaian, tetapi sebuah pembiaran yang sangat berbahaya oleh pihak yang bertanggung jawab. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran dan tanggung jawab terhadap keselamatan pekerja. Selain mengancam kesehatan jangka panjang para pekerja akibat paparan asap beracun, ini juga merupakan pelanggaran terhadap regulasi keselamatan kerja yang seharusnya menjadi standar utama dalam setiap proyek infrastruktur. Pemerintah dan pengawas proyek harus segera bertindak tegas dengan memberikan sanksi kepada pihak yang mengabaikan keselamatan kerja, agar ini tidak menjadi preseden buruk dalam proyek pembangunan ke depan,” tegasnya pada Rabu, 11 Desember 2024.

Acep Sutrisna juga menambahkan bahwa kontraktor dapat dikenakan sanksi, baik secara perdata maupun pidana, jika terbukti lalai atau melanggar peraturan mengenai keselamatan kerja. Berikut adalah analisis hukum terkait:

Sanksi Perdata:

1. Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)
Berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, kontraktor yang tidak menyediakan APD dan menyebabkan kerugian, baik material maupun immaterial, kepada pekerja dapat digugat di pengadilan perdata. Kerugian ini mencakup biaya pengobatan akibat kecelakaan atau penyakit kerja, serta kerugian non-materi, seperti trauma atau hilangnya kemampuan bekerja.

2. Wanprestasi
Jika kontraktor telah terikat kontrak yang mengharuskan mereka mematuhi standar keselamatan kerja namun gagal memenuhinya, ini bisa dianggap sebagai wanprestasi sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata. Pihak yang dirugikan, seperti pemberi kerja, dapat menuntut ganti rugi.

Sanksi Pidana:

1. Pelanggaran UU Ketenagakerjaan
Berdasarkan Pasal 86 ayat (1) dan Pasal 87 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha wajib menjamin keselamatan dan kesehatan kerja. Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat dikenakan pidana sesuai dengan Pasal 190 UU tersebut dengan ancaman denda dan/atau pidana kurungan.

2. Pelanggaran UU Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, kontraktor yang tidak menyediakan APD bisa dianggap lalai dan melanggar peraturan. Pelanggaran ini bisa dikenai pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU tersebut dengan ancaman hukuman kurungan maksimal 3 bulan atau denda.

3. Tindak Pidana Jika Terjadi Kecelakaan
Jika kelalaian kontraktor menyebabkan kecelakaan kerja yang berujung pada cedera atau kematian, kontraktor dapat dijerat dengan Pasal 359 KUHP (ancaman pidana 5 tahun jika menyebabkan kematian) atau Pasal 360 KUHP (ancaman pidana 5 tahun jika menyebabkan luka berat).

Langkah Hukum yang Bisa Diambil:

1. Pekerja atau keluarganya dapat melapor ke Kementerian Ketenagakerjaan atau Dinas Tenaga Kerja untuk melakukan pengawasan lebih lanjut.

2. Jika terjadi kecelakaan kerja, laporan dapat diajukan ke pihak kepolisian untuk penyelidikan pidana.

3. Mengajukan gugatan perdata ke pengadilan apabila terdapat kerugian material atau immaterial.

Kesimpulan

Kontraktor memiliki tanggung jawab hukum untuk memastikan keselamatan pekerjanya. Kegagalan dalam memenuhi kewajiban ini dapat mengakibatkan konsekuensi hukum yang serius, baik secara perdata maupun pidana. Langkah tegas dalam penegakan hukum diperlukan untuk menegakkan keadilan dan mencegah terjadinya insiden serupa di masa depan. (Tim Investigasi)