Pengacara Kondang Abdul Rahman Suhu, Angkat Bicara Tentang Terjadinya Konflik Agraria
Kalimantan, kabarsakti.com – Mengutip laman Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2021), luas daratan Negara Indonesia adalah 1.916.906 kilometer persegi. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan sekitar 17.508 pulau yang termasuk dalam wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terdapat sekitar 126 juta bidang tanah di Indonesia. Per 31 Mei 2024, sebanyak 113,3 juta bidang tanah telah terdaftar, sehingga masih ada sekitar 12,7 juta bidang tanah yang belum terdaftar. Dari 513 kabupaten/kota di Indonesia, baru 33 kabupaten/kota yang telah dinyatakan lengkap per 31 Mei 2024.
“Kabupaten dan kota diberikan status lengkap karena seluruh bidang tanah di wilayah tersebut telah dipetakan dan didata. Hal ini sangat diperlukan pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan di bidang tata ruang dan pertanahan, sehingga dapat meminimalkan konflik agraria“ ucap Abdul Rahman Suhu.
“Pemerintah daerah sebagai bagian penata ruang bukan untuk memanfaatkan peluang bisnis oknum pemerintah daerah tersebut, contoh bagian yang di kuasai oleh pihak warga jangan membuat resa dan tumpang tindih ataupun fakta nya memang begitu”. lanjutnya.
Di sisi lain, lanjut pengacara kondang Abdul Rahman Suhu, “Terkait tanah atau sawit selalu bermasalah dengan pihak warganya sendiri bahkan banyak oknum yang slalu membela yang kaya sehingga gugatan msalah tanah dan sawid banyak di persoalan dedalam sidang pengadilan manapun” ujarnya.
Namun, masih terdapat 480 kabupaten/kota yang belum memiliki data lengkap, yang berpotensi menjadi pemicu konflik agraria di Indonesia. Menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam Catatan Akhir Tahun 2023, terdapat 2.939 konflik agraria yang mencakup 6,3 juta hektar lahan dan berdampak pada 1.759.308 keluarga. Selama periode 2015-2023, tercatat 3.503 korban dari konflik-konflik tersebut, sebagian besar berasal dari sengketa yang belum terselesaikan. ucapnya.
Data KPA juga menunjukkan bahwa hingga saat ini, 25 juta hektar tanah dikuasai oleh pengusaha sawit, 10 juta hektar dikuasai oleh pengusaha tambang, dan 11,3 juta hektar dikuasai oleh pengusaha kayu. Di sisi lain, sebanyak 17,24 juta petani gurem hanya menguasai lahan di bawah 0,1 hingga 0,5 hektar, sementara sisanya merupakan buruh tani yang tidak memiliki lahan.
Menurut pengacara kondang Abdul Rahman Suhu, Penyebab terjadinya konflik agraria di Indonesia antara lain:
1. Praktik korupsi
2. Ketidakpastian hukum
3. Ketidak mampuan pemerintah dalam mendata dan mendaftarkan bidang tanah di Indonesia
4. Dikuasai bahkan olah data simpang siur di sinilah TIPIKOR Selalu memantau kondisi di pemerintah daerah Kabupaten masing masing
“Solusi untuk menyelesaikan masalah ini, harus ada penegakan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, yang menyatakan, “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” ucap Abdul Rahman Suhu.
Menurut Rahman Suhu, beberapa langkah yang perlu dilakukan adalah:
1. Meningkatkan keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas korupsi di bidang agraria. tara ruang
2. Membangun tatanan agraria yang adil, berdaulat, akuntabel, dan transparan.
3. Mengembangkan sistem digitalisasi atau big data agraria di Indonesia agar tidak terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan.
4. Membangun sarana dan prasarana untuk memberikan sesuatu kepada warganya
(Red)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.