Tasikmalaya, kabarsakti.com – Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya, yang dalam hal ini DPRD, Kabag Kesra Dan Kabag Umum Setda, diduga telah dengan sengaja mengabaikan undang-undang Nomor 14 tahun 2008, Bab VI, Pasal 21 dan Pasal 22, hal tersebut semakin terlihat nyata dengan bungkamnya Ketua DPRD, Kabag Kesra Dan Kabag Umum Setda, Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya, terhadap surat konfirmasi dari PWRI Kab. Tasikmalaya, atas perihal adanya dugaan Bupati Tasikmalaya memanfaatkan momen menjelang Pilkada 2024, dengan cara bagikan THR dengan modus Harmonisasi Tokoh Agama Dan Masyarakat.
Terhadap persoalan ini Ketua PWRI Kabupaten Tasikmalaya, Candra F, Simatupang telah mengirim Surat Konfirmasi, dengan nomor surat 040/DPC-PWRI-KAB.TASIK/IIII/2024, dengan perihal konfirmasi terkait anggaran tersebut, namun Ketua DPRD, Kabag Kesra Dan Kabag Umum Setda Bungkam. (30 April 2024).
Atas desakan PWRI Kab. Tasikmalaya, pihak Komisi 1 telah melakukan upaya untuk memfasilitasi PWRI Kabupaten Tasikmalaya, dengan para pihak penanggung jawab dan para pelaksana pengelolaan anggaran tersebut, untuk melakukan audiensi, namun Komisi 1 Kabupaten Tasikmalaya, tidak dapat menghadirkan para SKPD yang terkait dalam pengelolaan anggaran dimaksud.
Mangkirnya para SKPD yang terkait dalam pengelolaan anggaran dimaksud, Komisi 1 DPRD Kab. Tasikmalaya dianggap tidak proporsional, dan atas dasar kekecewaan, PWRI Kab. Tasikmalaya pun menyatakan Walk Out (meninggalkan pertemuan audiensi-Red), di akhir acara audiensi Pihak PWRI Kab. Tasikmalaya, miminta kepada pihak Komisi 1 menjadwalkan ulang audiensi Kembali, dan pihak Komisi 1 menyepakati hal tersebut. (Kamis, 13 Juni 2024).
Semenjak dimulainya PWRI Kabupaten Tasikmalaya mengirim surat konfirmasi, sampai setelah gagalnya audiensi, mempunyai interval waktu yang sangat panjang, namun sampai saat ini para pihak terkait belum memberikan penjelasan seperti apa yang telah diuraikan dalam acara audiensi dan di dalam surat konfirmasi tersebut.
PWRI Kabupaten Tasikmalaya telah memenuhi unsur dan mekanisme untuk memperoleh informasi publik berdasarkan undang-undang nomor 14 tahun 2008, Bab VI, Pasal 21 dan Pasal 22 yang tertulis ‘’Setiap pemohon informasi publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh informasi publik kepada badan publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis’’ akan tetapi para pihak terkait bungkam.
Bungkamnya para pihak terkait tersebut, jelas diduga telah dengan sengaja mengangkangi UU Nomor 14 tahun 2008, Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Berdasarkan pasal 52 dalam UU tersebut disebutkan” Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan dan/ atau menerbitkan berupa informasi publik secara berkala, Informasi publik yang wajib di umumkan secara serta merta, informasi publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau INFORMASI PUBLIK YANG HARUS DIBERIKAN ATAS DASAR PERMINTAAN.
Untuk memenuhi fungsi dan tugas sebagai sosial kontrol, serta pencanangan penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan berwibawa, transfaran dan akuntable yang bebas KKN, insan jurnalis yang tergabung di PWRI Kab. Tasikmalaya, mempunyai hak mencari, memiliki dan menyebarluaskan informasi untuk dikatahi publik, sesuai kode etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan Kode Etik Jurnalis (KEJI), sebab publik berhak mengetahui perkembangan dan informasi selanjutnya.
Atas hal tersebut para jurnalis yang tergabung di PWRI Kabupaten Tasikmalaya kembali, mendesak Ketua PWRI Kab. Tasikmalaya, Candra F Simatupang, agar mempertanyakan perihal jadwal ulang audiensi antara PWRI Kab. Tasikmalaya dengan para SKPD yang terkait dalam pengelolaan anggaran Harmonisasi Tokoh Agama Dan Masyarakat yang mencapai milyaran rupiah, kepada pihak Komisi 1, yang telah menyepakati akan menjadwalkan ulang audiesi yang gagal pada Kamis, 13 Juni 2024 yang lalu.Atas desakan anggotanya Ketua PWRI Kab. Tasikmalaya, telah mengirimkan kembali surat resmi kepada Ketua Komisi I, pada tanggal 24 Juni 2024, dengan surat nomor 112/Audiensi/DPC-PWRI-KAB. TASIK/VI/2024, inti dalam surat tersebut diantaranya menanyakan jadwal ulang audiensi, namun pihak Komisi 1 tidak/belum memberikan tanggapan atas surat tersebut.
Menghadapi kondisi demikian, Ketua PWRI Kab. Tasikmalaya, mengutus salah satu pengurus PWRI Kab. Tasikmalaya untuk mengkonfirmasi langsung perihal surat yang telah di kirim kepada pihak Komisi 1, namun sampai berita ini diturunkan pihak PWRI Kab. Tasikmalaya belum mendapatkan jawawaban yang valid dari pihak komisi 1.
Randika, Redaktur Pelaksana di Media Kabar Sakti yang juga merupakan Kepala Bidang Pengkajian dan Penelitian Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kab. Tasikmalaya, ketika dimintai statemennya terkait adanya dugaan Bupati Tasikmalaya memanfaatkan momen menjelang Pilkada 2024, dengan cara bagikan THR dengan modus Harmonisasi Tokoh Agama Dan Masyarakat mengatakan bahwa, “jika memang ini benar, ini sudah masuk ranah korupsi, delik hukumnya sangatlah jelas “gratifikasi”. kata Randika.
KABID Pengkajian dan Pengembangan PWRI Kab. Tasikmalaya, juga memaparkan tentang amanat UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa, “Menerima hadiah atau pemberian tersebut masuk dalam kategori gratifikasi atau pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya”. Papar Randika.
“Maka peran jurnalis dalam membongkar kasus dugaan korupsi diharapkan tidak pernah lelah memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat luas melalui karya tulisannya di media, tentang program Trisula Pemberantasan Korupsi yakni pendidikan, pencegahan, dan penindakan” lanjutnya.
Lebih lanjut Randika menjelaskan bahwa, Media massa merupakan kekuatan keempat dalam pilar demokrasi di Indonesia, hal itu membuat media massa memiliki peran yang sangat besar untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap sistem pemerintahan di Indonesia. Pengawasan dari media massa sangat berpengaruh besar bagaimana menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kata Randika.
“Silakan para rekan terus mengkritisi demi mewujudkan tata kelola dan sistem kerja yang maksimal,” kata Randika, dalam rapat internal PWRI Kab. Tasikmalaya, dalam rangka memberi pemahaman Peran Jurnalis dalam Membongkar Kasus Korupsi, di Kantor PWRI Kab. Tasikmalaya. (Selasa, 02/07/24).
Randika berharap, semua media partner PWRI Kabupaten Tasikmalaya, tidak pernah lelah memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat luas tentang program Trisula Pemberantasan Korupsi yakni pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Adapun dalam pelaksanaannya, Trisula Pemberantasan Korupsi dilakukan secara simultan dan saling berkaitan agar pemberantasan korupsi berjalan secara efektif.
“Mari persembahkan produk jurnalisme yang terbaik. Berikan berita yang komprehensif dari sisi praktis maupun akademis, dan diriset secara mendalam”. Ajaknya.
(Red)