Jakarta, kabarsakti.com – Malam Anugerah Paralegal Justice Award (PJA) 2024, digelar oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) bersama Mahkamah Agung, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, di Hotel Bidakara Jakarta, Sabtu (1/6/2024).

Malam Anugerah Paralegal Justice Award (PJA) 2024, melibatkan 300 orang, terdiri dari 180 Kepala Desa dan 120 Lurah yang telah dilatih menjadi Paralegal di Desa atau Kelurahan masing-masing dan menjadi seorang juru damai bagi masyarakat.

Hadir dalam acara tersebut, Kepala BPHN, Prof. Widodo Ekatjajana, Wakil Ketua Mahakamah Agung, Suharto, para kepala desa dan para Lurah yang telah dilatih menjadi Paralegal di Desa atau Kelurahan masing-masing.

Tujuan di gelarnya malam anugerah Paralegal Justice Award (PJA), yang di laksanakan oleh Kemenkumham merupakan malam anugerah atau penghargaan bagi para kepala desa/lurah yang dianggap memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah non ligitasi atau diluar pengadilan.

Alfie Akhmad Sa’dan Hariri, SE, SH, MH, satu-satunya Kepala Desa dari Desa Mandala Mekar di Kabupaten Tasikmalaya, yang melaju ke tingkat nasional Paralegal Justice Award 2024.

Para kepala desa/lurah yang dianggap memiliki kemampuan dalam menyelesaikan masalah non ligitasi atau diluar pengadilan 10 diantaranya, dianugerahi atau diberi penghargaan oleh, Kemenkumham.

Dari total 300 orang peserta yang bersaing, diseleksi dan dipilih, dan sepuluh orang terbaik mendapatkan anugerah Paralegal Justice Award 2024, dari Kemenkumham.

Namun kategori penilaian untuk mendapatkan sepuluh orang peserta terbaik dari 300 orang peserta tersebut, mendapat sorotan dari Kepala Desa Mandala Mekar, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Alfie Akhmad Sa’dan Hariri.

Di ketahui Alfie Akhmad Sa’dan Hariri, adalah satu satunya Kepala Desa yang melaju ke tingkat nasional Paralegal Justice Award 2024.

Menurut Alfie, Top itu artinya atas, Jadi kalau top 10 itu artinya sepuluh teratas, yang jadi pertanyaan, Atas dasar apa sehingga sepuluh orang tersebut itu dinobatkan menjadi 10 teratas dari 300 orang yang terjaring dari berbagai daerah.

“Ini event besar, dengan biaya yang besar, Negara yang buat, Penilaian yang terbuka dan kriteria yang jelas itu syarat mutlak Award, Jangan top 10 tapi di tanya para dewan pakar dengan pertanyaan standar saja gak mampu jawab dengan baik.” terang Alfie.

Dalam penegasannya Alfie mengatakan bahwa, “Ini harus di investigasi oleh team ahli, karena indikasi buruk, sebab dari seleksi tingkat bawah sudah sedemikian ketat pas di finish malah pertimbanganya bukan qualitas, akan tetapi pertimbanganya kepentingan yang tidak ada hubunganya dengan esensi event”. tegas Alfie.

“Kan beda orang yang biasa menyelesaikan perkara di lapangan pasti akan dengan mudah menjawab pertanyaan karena memang itu kegiatan sehari – hari, beda dengan yang tidak terbiasa. Otak akan meloading apa jawaban yang tepat akhirnya mengunakan kalimat pembuka yang berputar putar untuk mencari jawaban yang akhirnya dapat di cocokan dengan pertanyaan.” tambahnya.

Alfie berharap, kedepan panitia harus lebih transparan kepada peserta hasil pretest hasil postes keaktifan di kelas, Jumlah perkara yang di selesaikan sehingga berhasil menjadi juru damai atau apa saja yang akan menjadi bahan penilaian.

“Harapan saya kepada Kemenkumham, Mahkamah Agung dan BBHN, seharusnya para Kades Lurah di berikan bekal pendidikan yang cukup tentang hukum. Teknisnya bisa menugaskan para hakim di pengadilan di daerah masing – masing, agar para Kades dan Lurah bisa menjadi juru damai di wilayahnya masing-masing. Sehingga pengadilan tidak terlalu antri oleh para pencari keadilan, karena sudah selesai berdamai dengan winwin solution di desa dan atau kelurahan,” tutup Alfie.

Sementara salah satu peserta yang lainnya yang bernama Ferry, Lurah Kampung Rawa Johar Baru DKI Jakarta, mengucapkan syukur telah terpilih menjadi 300 peserta PJA 2024, namun dalam kategori penilaian untuk mendapatkan 10 orang peserta terbaik dari 300 orang peserta tersebut, merasakan pihak panitia kurang transfaran dalam hal penilaian dan dalam hal menentukan 10 orang peserta terbaik.

“Seharusnya pihak panitia transparan dalam penilaian Top 10, hasil pretesnya bagaimana, nilai hasil postesnya berapa, keaktifan di kelasnya bagaimana, dan mendapatkan scornya berapa, jadi peserta yang tidak masuk nominasi Top 10 bisa menerima dengan lapang dada” ucapanya Fery.

Fery juga berharap, kedepan panitia acara Paralegal Justice Award harus lebih baik dan transparan, sehingga peserta Paralegal Justice Award dari seluruh Indonesia bisa menerima hasil ahir dari acara Paralegal Justice Award dengan puas dan senang hati.

(Yoga)